Langsung ke konten utama

Postingan

Travelinglah Semampumu

Traveling itu seperti candu, kalau Kamu nggak bisa menggunakannya dengan bijak, maka dia akan membunuhmu Saya, Sam driver tuk-tuk, dan sepatu butut. Foto pribadi  Belakangan, trend traveling memang semakin ramai. Mereka anak generasi millennial dengan lantang menyerukan,  “ hidup cuma sekali, traveling yuk sebelum mati ” . Saya pun bagian dari mereka. Ikut menyuarakan serunya jalan-jalan. Salah satu caranya dengan memposting foto dan video perjalanan di instagram. Gunung, laut, pantai, kota, candi, tempat ibadah, bahkan padang ilalang yang bukan objek wisata pun saya singgahi. Destinasi manapun yang tampak cantik nggak luput dari ambisi pribadi untuk dikunjungi. Semakin ke sini, saya makin bimbang, sebenarnya apa sih yang saya cari dari jalan-jalan? Menghilangkan penat atau ambisi mencentang lebih banyak destinasi perjalanan? Atau hanya sekadar ingin dapatkan  symbol  “love” di instagram? Traveling itu bisa bikin lebih bahagia. Bisa ngobati patah hati juga Entahla
Postingan terbaru

Tersesat Sendirian di Phuket, Tanpa Internet dan Uang

Saya, sebelum terpisah dari dua teman lainnya. Foto diambil saat kunjungi Wat Chalong. Foto oleh Kak Alfha Saya masih belum paham, sebenarnya Tuhan dulu menciptakan saya pakai ramuan apa sih? Kok sepertinya banyak banget kecerobohan yang saya lakuin. Kali ini, saya tersesat di Phuket Thailand sendirian. Oke, saya memang nggak jalan-jalan sendirian. Ada dua teman saya yang menemani. Namun, sepertinya bertiga atau pun sendirian, kecerobohan dan teledor nggak bisa lepas dari tubuh saya. Jadi, suatu siang yang panas banget, kami bertiga sepakat buat jalan-jalan ke Wat Calong, Big Buddha, dan Patong Beach. Saya naik motor sendirian, sedangkan dua teman saya berboncengan. Perjalanan ke Wat Calong dan Big Buddha berjalan lancar. Meski tanpa gps, kami bertiga bisa sampai ke tujuan dengan selamat. Tapi, masalah terjadi saat di tengah jalan menuju Patong Beach. Tiba-tiba, kedua teman saya nggak nampak. Saya menunggu cukup lama dipinggir jalan, Satu menit, lima menit, sepuluh menuh,

Saya Malu Disebut Pendaki Gunung

ME!  Mungkin pandangan saya tentang gunung sudah kuno. Mungkin saya masih tetap hidup di masa lalu Memanggul ransel di punggung, sepatu lusuh, kemeja flannel, dan ikat kepala ethnic terlihat matching dengan rambut sedikit acak-acakan. Keren dan mengagumkan. Gaya seorang pendaki, selalu bisa membuat hati berdebar. Iya, itulah perasaan yang selalu muncul ketika bertemu pendaki. Mereka keren! Sepertinya, saya sudah jatuh hati pada para pendaki gunung. Dari mata turun ke hati, saya begitu mengagumi pendaki Di mata saya, mereka para sesepuh  gunung , begitu saya memanggil mereka, memiliki kharisma tersendiri. Orang paling keren waktu itu, Vino G. Bastian, masih kalah keren dari pendaki. Dengan ransel segede kulkas dan sepatu boot, mereka begitu mudah menjadi idola remaja saat itu. Yang namanya fans, pasti selalu ingin tahu tentang idolanya. "Mas, udah mendaki gunung mana saja?" Itu salah satu pertanyaan klasik yang selalu saya, si pemula ini, lontarkan. Sek

Paspor Nyaris Hilang Saat Solo Backpacking di Kamboja

Satu hal yang selalu jadi kekhawatiran dia sebelum ngijinin saya jalan-jalan ke luar negeri sendiri adalah sifat ceroboh saya. Dia percaya saya bisa jaga diri dari orang jahat, tapi tidak dalam masalah kecerobohan. Yap, di antara teman-teman lainnya, saya lah orang paling ceroboh. Kalau saya bilang, ceroboh is my middle name. Bukan bangga, tapi memang itu kenyataannya. Kecerobohan paling parah yang pernah saya lakukan adalah saat solo traveling ke Kamboja. Jadi gini, pagi itu saya harus terbang dari Phnom Penh ke Kuala Lumpur naik pesawat AA pukul 08.30 waktu Phnom Penh. Sama aja sih kayak waktu di Jakarta. Nah, kata mas-mas penjaga hostel di Phnom Penh, lebih baik berangkat lebih pagi. Soalnya, jalan raya Phnom Penh macet banget saat  weekdays.  Rush hour. Banyak pekerja dan anak sekolah yang siap memulai aktivitas nya. Ya udah, berangkat pagilah saya. Jam 6 tepat, saya sudah di depan meja resepsionis sudah pamitan juga.  Sudah foto selfie pula sama masnya. Sebelum balik I

Mereka Kira Saya Orang Kamboja

"Khap au khun sap lap" Kamu tahu nggak apa artinya? Sama, saya juga nggak ngerti. Entah apa yang diucapkan si abang penjaga pos pemeriksaan tiket Angkor Wat ini. Saya cuma nyengir nggak jelas karena bingung mau respon gimana. Beruntung supir moto dop yang mengantarkan saya waktu itu bisa berbahasa inggris. Dia bantu menerjemahkannya dalam bahasa inggris. Ternyata, si abang penjaga tiket tadi berkata, "orang Kamboja kah??" Hahhahaha.. saya terkekeh lalu berkata "I am from Indonesia" Begini muka saya, katanya sih mirip orang Khmer. Eh,, ini foto diambil pas belum mandi jadi dekil gini.  Kata Kong, driver moto dop yang saya tumpangi, muka saya ini mirip banget sama cewek-cewek Kamboja. Bahkan menurutnya, pas pertama kali bertemu, saya dikira warga lokal yang mau liburan ke Angkor Wat. Sepanjang perjalanan dari pos pemeriksaan tiket menuju Angkor Wat, kami berdua banyak ngobrol tentang wajah saya yang mirip orang lokal hingga alasan kenapa

Makanan Khas Kamboja yang Belum Pernah Saya Temukan di Indonesia

Makan makan sendiri .. oke stop nggak usah di terusin nyanyi. Foto selfi ECHI Traveling isn’t only about carrying a rucksack, taking pictures, finding a new place, but also getting the taste and smell of the local food into the spirit of a new place. Kurang lebih seperti itu sih makna traveling buat saya. Traveling itu nggak cuma ngomongin soal destinasi, tapi juga makanan khasnya. Entah enak atau enggak, bagi saya wajib banget cicipi makanan lokal. Supaya lidah saya kaya rasa, bukan cuma bisa nikmati enaknya nasi padang saja.  Nah, waktu jalan-jalan ke Kamboja, misi utama saya pengen mencoba makanan khas Kamboja ,  fish amok .   Saya sih nggak terlalu berekspektasi dengan rasa makanan lokal ini. Ya, karena setiap kali buka video street food di youtube, jarang sekali ada travel vlogger yang mereview makanan Kamboja. 

Hati-hati, Jangan Ketiduran Saat Naik Bus Dari Hatyai ke Kuala Lumpur

Kalau yang ini, bus yang saya naiki dari Phuket ke Hatyai. Foto berasal dari sini Kejadian ini memang sudah berlalu lama, tapi belum sempet nulis. Jadi nggak papa lah ya kalo saya tulis sekarang. Ceritannya nih, pengalaman ini saya alami saat jalan-jalan ke Malaysia, Singapura, dan Thailand. Baru pertama kali ke luar negeri, jadi pantas aja kalau keliatan norak , nggak “mudengan” , kagetan , dan gumunan . Termasuk bingung dengan sistem keluar masuk negara menggunakan bus internasional. Kalau kita naik pesawat kan gampang tuh, tinggal menuju bagian migrasi, lalu antri stempel. Udah ada alur yang jelas deh pokoknya. Nah, berhubung kali ini saya naik bus antar negara, saya bingung banget gimana sistem keluar masuk negara orang. Permasalahan pertama, sopir bus nggak ngasih tahu dengan jelas kalau kita akan masuk ke pos imigrasi. Dengan gayanya yang ala-ala mafia Hongkong, doi bilang gini nih  “you go down, I’ll wait you front”. Buseeett …. Doi ngomong pak